![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWgGvKsC_dILZR0ovUAp2FOu9b5ww-RF7rRjdweG4b3b5PlMgc47XiLWlcMZXRkQpxEKj_q9G4-V0CdHlSHo5cK6ykpI-avhF43YvU3R5V_FcsPUi1bIn3jLYzyqwXA99D-FICuPVbY3B0/s640/FOTO+ILUSTRASI+WAKAF.jpg)
Wakaf Solusi Masalah Pengangguran dan Ekonomi Umat di Indonesia
![]() |
Ilustrasi wakaf/Foto: Melba Ferry Fadly |
PADA SUATU HARI, Khairul Umam didatangi oleh seseorang tetangganya yang kaya raya. Mereka berbincang tentang Islam dan kehidupan dunia akhirat. Perbincanhan mereka kemudian mengarah pada hal-hal pribadi. Tetangganya itu hidup bergelimang harta, namun tidak ada ketenangan batin yang dirasakan.
Ketika itu Khairul Umam menjadi imam mesjid di komplek PT. Chevron Pasifik Indonesia (CPI). Di tempat ini hampir tidak ada orang miskin. Kehidupan tetangganya sudah sangat berlebih dari sisi materi, karena mereka bekerja di perusahaan Migas asal Amerika itu.
"Namun secara batiniyah mereka belum mendapatkan ketenangan meskipun hidup dengan harta yang banyak," ujar Khairul Umam saat mengisi materi dalam sebuah pertemuan tentang wakaf di salah satu hotel di Pekanbaru belum lama ini.
Kepada tetangganya, dia kemudian menjelaskan ada tiga amalan manusia yang pahalanya tidak pernah putus meskipun manusia itu sudah meninggal dunia:
Pertama, anak yang saleh.
Kedua, ilmu yang bermanfaat.
Ketiga, sedekah jariyah.
"Mungkin tetangga saya itu merasa belum punya keyakinan terhadap anaknya, apakah bisa menjadi anak yang saleh atau tidak. Apalagi dengan harta yang diwariskan, dikhawatirkan akan membuat anaknya lupa diri. Kemudian, kemungkinan dia juga merasa belum bisa memberikan ilmu yang bermanfaat kelada orang lain. Tapi dia punya harta yang banyak. Tetangga saya itu kemudian tertarik untuk mewakafkan sebagian kecil hartanya dan berharap menjadi amal jariyah," cerita alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir ini.
Itulah awal mula hadirnya sebuah Lembaga Nazhir Wakaf (LNW) Ibadurrahman di Duri, Riau. Kini lembaga itu dipimpin oleh Khairul Umam sebagai direktur dengan 16 jenis program wakaf tunai yang dikelola secara profesional.
Hidup bersosial sangat dianjurkan dalam Agama Islam. Syariat menyerukan agar umat Muslim beribadah dengan nilai-nilai sosial dan ekonomi, salah satunya dengan cara berwakaf.
Sedangkan wakaf sendiri sudah ada sejak pertama kali Islam hadir di muka bumi. Bukti nyata yang dirasakan hingga saat ini adalah wakaf kebun kurma oleh Usman Bin Affan Ra. Wakaf itu dikelola dengan baik untuk mengatasi masalah perekonomian dan sosial umat di tanah Arab.
Dalam Islam, orang yang mengelola wakaf disebut nazhir. Nazhir boleh secara perorangan maupun kelompok, baik dalam bentuk badan hukum maupun lembaga sosial keagamaan lainnya. "10% dari hasil pengelolaan wakaf diperbolehkan untuk pengelola wakaf," kata Khairul Umam.
Saya tergerak mengelola wakaf karena banyak sekali ditemukan di tengah masyarakat kita, bagaimana kesulitan ekonomi sebuah keluarga yang sangat ingin menyekolahkan anaknya di boarding chool, tapi mereka tidak punya cukup dana. Wakaf yang sudah kami kelola berhasil mewujudkan itu. Anak-anak bisa bersekolah secara gratis, bahkan diberikan beasiswa. Setelah tamat mereka bisa langsung bekerja di unit usaha wakaf yang kami kelola," ujar Umam.
LNW Ibadurrahman salah satu conton nyata jika lembaga wakaf dikelola secara profesional akan memberikan dampak sangat positif bagi umat. Mengelola sebuah unit usaha melalui program wakaf sebenarnya sudah banyak diadopsi oleh negara-negara maju, seperti Malaysia dan Singapura.
Bahkan sistem wakaf menjadi andalan, sebab terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara sosial, serta mengakat perekonomian orang-orang yang bekerja sebagai pengelola hasil wakaf sendiri.
Wakaf Atasi Masalah Pengangguran dan Mengangkat Ekonomi Daerah
DERETAN ULAMA FIQIH menyebut bahwa wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan cara tidak melakukan perbuatan hukum terhadap benda wakaf tersebut. Serta disalurkan pada suatu yang mubah, atau tidak haram hukumnya menurut Islam.
![]() |
SUMBER: IG @literasizakatwakaf GRAFIS: Melba Fery Fadly |
Misalnya di suatu kampung yang masyarakatnya menggantungkan perekonomian pada perkebunan sawit. 30% saja dari total lahan perkebunan di kampung itu dikwakafkan, maka hasilnya bisa digunakan untuk membangun sekolah, agar anak-anak bisa mendapatkan pendidikan gratis. Lalu, untuk masyarakat dengan kondisi ekonomi rendah, bisa diberdayakan untuk menyerap lapangan pekerjaan. Kasarnya menurut saya, pengangguranpun bisa digaji, sampai mereka mandiri," ujar Decymus.
Belajar Wakaf dari Khalifah Ustman Bin Affan
SAAT KAUM MUSLIMIN hijrah ke Madinah dari waktu ke waktu, jumlah umat Islam kian bertambah. Umat Islam mulai dihadapkan pada situasi panceklik air bersih, sangat berbeda dengan kondisi saat mereka berada di Mekah.
Satu-satunya sumur terbesar di Madinah milik Biru Raumah, seorang Yahudi. Dia menjual air dari sumur itu kepada kaum Muslimin. Kaum Muslimin ketika itu sangat ingin membeli sumur secara utuh. Namun si pemilik hanya mau menjual dengan harga fantastis. Rasulullah SAW yang mengetahui kabar itu, sempat menawarkan kepada Biru agar sumur tersebut ditukar dengan sebidang kebun kurma yang cukup luas. Namun sang pemilik sumur menolak mentah-mentah.
Rasulullah SAW bersabda; Wahai sahabatku, siapa saja dari kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, niscaya akan mendapatkan surgaNya Allah SWT. (HR. Muslim).
Ustman Bin Affan yang mendengar kabar itu bergegas ingin membeli sumur itu dengan harga tinggi. Awalnya si Yahudi menolak, hingga Ustman menawarkan dengan perjanjian jual beli bersyarat (sumur itu dimiliki secara bergantian. Sehari milik Ustman, sehari milik Biru, si Yahudi).
Pada hari dimana sumur itu menjadi milik Ustman, dia mengumumkan kepada umat Muslim bahwa sumur ini boleh diambil airnya untuk keperluan sehari-hari. Keperluan air bersih umat Islam ketika itu cukup untuk dua hari. Sehingga pada saat sumur itu menjadi milik Biru, tak ada umat muslim yang membeli air bersih kepadanya.
Dengan kondisi demikian, sangat tidak memungkinkan bagi Biru Raumah untuk mempertahankan bisnisnya. Sehingga dia mendatangi Ustman Bin Affan Ra, dan meminta Ustman membeli setengah sumur miliknya itu dengan harga yang sama. Sejak itu sumur terbesar di Madinah ini menjadi milik umat Muslim seluruhnya.
Sumur wakaf milik Ustman Bin Affan itu terus berkembang. Oleh Pemerintah Ustmaniyah, sumur itu dijaga dan dipelihara dengan baik hingga di zaman Kerajaan Saudi. Sampai suatu ketika di sekitar sumur itu tumbuh pohon kurma dalam jumlah banyak.
Kejaraan Arab melalui Kementerian Pertanian, mengelola hasil kebun kurman itu. Uang yang didapat di bagi dua. Setengah disedekahkan untuk anak yatim dan fakir miskin, setengahnya lagi dikelola secara profesional.
Kekayaan Khalifah Ustman Bin Affan terus bertambah, sampai akhirnya dibelikan sebidang tanah di kawasan dekat dengan Mesjid Nabawi. Di atas tanah itu dibangunlah sebuah hotel bintang lima dan terus berkembang pesat hingga saat ini.
Rasulullah SAW bersabda; Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh. (HR. Abu Daut dan Nas'i).
Harta yang Boleh Diwakafkan
WAKAF BISA DALAM bentuk aset dan uang tunai. Wakaf yang dikelola untuk investasi dan bisnis diyakini mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi di suatu daerah, bahkan perekonomian negara. Dengan cara transpormasi tabungan masyarakat menjadi modal investasi.
Hal itu bisa dicapai dengan pengelolaan dana wakaf (mulai dari pengimpunan, pengelolaan dan pengembangan secara profesional-bertanggungjawab). Manfaatnya, menjadi sarana pertumbuhan ekonomi negara.
Adapun benda tidak bergerak yang bisa diwakafkan yakni, tanah, bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut, hak milik atas satuan rumah susun, dan benda tidak bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan Syariat Islam.
Yuk Berwakaf ke BWI
DI TANAH AIR, tata cara wakaf tanah ini telah diatur dalam Pasal 16, Ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004; bahwa perorangan atau badan hukum yang mewakafkan tanah hak miliknya diharuskan datang sendiri ke hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), yaitu kepala KUA atau Notaris untuk melaksanakan ikrar wakaf.
Wakaf yang disalurkan akan sangat membantu kemaslahatan umat terutama dalam bidang sosial-ekonomi. Hasil wakaf akan diperuntukkan untuk membangun rumah sakit, menunjang pendidikan, membangun mesjid, dan program sosial-ekonomi lainnya.
Saat ini sudah ada Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang akan mengelola wakaf secara profesional. Lembaga independen ini sengaja dibentuk negara untuk mengelola wakaf berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004. BWI dibentuk bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang selama ini dikelola oleh nazhir (pengelola aset wakaf) yang sudah ada.
BWI hadir untuk membina nazhir agar aset wakaf dikelola lebih baik dan lebih produktif, sehingga bisa memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan infrastruktur publik. BWI juga sudah membentuk perwakilan BWI Provinsi yang tersebar pada 34 Provinsi di Indonesia
Saat ini, menurut data yang tercatat di tanah wakaf yang telah berhasil dihimpun luasannya mencapai 420 ribu hektar. Seluruh jumlah stakeholder wakaf di Indonesia terus berupaya agar aset tanah wakaf dapat dioptimalkan, sehingga bisa meraih potensi kapitalisasi mencapai Rp2 ribu triliun. ***